Kata halalan, bahasa Arab berasal dari kata halla yang berarti ‘lepas’ atau ‘tidak terikat’. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau diarktikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi.
Sedang kata thayyib berarti ‘lezat’, ‘baik’, ‘sehat’, ‘menentramkan’ dan ‘paling utama.’ Dalam konteks makanan kata thayyib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa), atau bercampur benda najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengundang selera bagi yang akan mengkonsumsinya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya. Juga ada yang mengartikan sebagai makanan yang sehat, proporsional dan aman.
Makanan sehat adalah makanan yang mengandung gizi cukup dan seimbang sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, diantaranya QS.16:14 yang menganjurkan untuk mengkonsumsi daging segar, ikan. Sementara QS.23:19 untuk mengkonsumsi makanan nabati. QS.23:21 untuk mengkonsumsi daging hewan ternak berikut air susunya, sedangkan QS.16:69 memerintahkan untuk mengkonsumsi madu sebagai pengobatan. Makanan yang seimbang artinya sesuai dengan kebutuhan konsumen tidak terlalu berlebihan (tabdzir) atau berkekurangan, tidak melampaui batas yang wajar.
Aman artinya tidak menyebabkan penyakit, dengan kata lain aman secara duniawi dan ukhrawi. Keamanan pangan (food safety) ini secara implisit dinyatakan dalam QS.Al-Maidah:88 “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertawakallah keada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” Ayat ini memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi makanan dalam konteks ketakwaan pada saat menjalankan perintah konsumsi makanan. Supaya manusia berupaya untuk menghindarkan makanan yang mengakibatkan siksa dan terganggunya rasa aman.
Mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban sangat erat kaitannya dengan masalah iman dan takwa. Keterikatan ini telah Allah SWT tegaskan dalam QS.Al-Maidah:88. Penggalan pertama pertama ayat ini memerintahkan orang-orang beriman untuk mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban yang telah Allah sediakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sementara penggalan kedua dari ayat ini mengingatkan agar orang-orang beriman berhati-hati dan waspada dalam memilih makanan yang hendak dikonsumsinya, dan selalu berupaya meraih karunia Allah SWT pada saat mengkonsumsinya. Ayat diatas menekankan kecuali substansi materi makanan harus halalan thayyiban juga segi kehalalan dalam mendapatkannya.
sumber: www.halalguide.com
Sedang kata thayyib berarti ‘lezat’, ‘baik’, ‘sehat’, ‘menentramkan’ dan ‘paling utama.’ Dalam konteks makanan kata thayyib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa), atau bercampur benda najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengundang selera bagi yang akan mengkonsumsinya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya. Juga ada yang mengartikan sebagai makanan yang sehat, proporsional dan aman.
Makanan sehat adalah makanan yang mengandung gizi cukup dan seimbang sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, diantaranya QS.16:14 yang menganjurkan untuk mengkonsumsi daging segar, ikan. Sementara QS.23:19 untuk mengkonsumsi makanan nabati. QS.23:21 untuk mengkonsumsi daging hewan ternak berikut air susunya, sedangkan QS.16:69 memerintahkan untuk mengkonsumsi madu sebagai pengobatan. Makanan yang seimbang artinya sesuai dengan kebutuhan konsumen tidak terlalu berlebihan (tabdzir) atau berkekurangan, tidak melampaui batas yang wajar.
Aman artinya tidak menyebabkan penyakit, dengan kata lain aman secara duniawi dan ukhrawi. Keamanan pangan (food safety) ini secara implisit dinyatakan dalam QS.Al-Maidah:88 “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertawakallah keada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” Ayat ini memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi makanan dalam konteks ketakwaan pada saat menjalankan perintah konsumsi makanan. Supaya manusia berupaya untuk menghindarkan makanan yang mengakibatkan siksa dan terganggunya rasa aman.
Mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban sangat erat kaitannya dengan masalah iman dan takwa. Keterikatan ini telah Allah SWT tegaskan dalam QS.Al-Maidah:88. Penggalan pertama pertama ayat ini memerintahkan orang-orang beriman untuk mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban yang telah Allah sediakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sementara penggalan kedua dari ayat ini mengingatkan agar orang-orang beriman berhati-hati dan waspada dalam memilih makanan yang hendak dikonsumsinya, dan selalu berupaya meraih karunia Allah SWT pada saat mengkonsumsinya. Ayat diatas menekankan kecuali substansi materi makanan harus halalan thayyiban juga segi kehalalan dalam mendapatkannya.
sumber: www.halalguide.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar